Ketika Kau Berbisik….

wVlfnlTbRtK8eGvbnBZI_VolkanOlmez_005

Aku menatap ke sekelilingku.

Cahaya yang ada di kamarku nyaris tak ada. Mataku hanya mengandalkan penerangan dari lampu lorong di luar kamarku.

Orang terakhir yang masuk ke kamarku pasti memilih mematikan lampu saat aku tertidur. Padahal aku sudah bilang berkali-kali, aku tak suka tidur dengan gelap seperti ini.

Tapi, ya sudah. Mereka memang tak pernah mendengarkanku.

Ayo tidur, Cattleya.

Aku menoleh, di mana seseorang sudah duduk di kursi yang ada di samping ranjangku. Suaranya nyaris tak terdengar. Hanya bisikan lirih namun merdu. Suara baritonnya begitu menenangkan.

Aku tak bisa tidur lagi setelah terbangun, kataku.

Lakukan seperti yang sebelumnya, Cattleya, bisik sosok itu lagi. Nanti kau pasti akan kembali tertidur.

Aku kali ini menggeleng. Aku tak mau tidur. Sebab kau selalu menghilang saat aku kemudian bangun lagi.

Dalam hati aku menyumpahi siapa pun yang mematikan lampu kamar ini. Karena terlalu gelap, aku tak bisa melihat lelaki yang kupuja suaranya ini. Lelaki dengan bisikan paling kunanti sejak pertama kali aku dikunjungi olehnya setiap malam.

Ia tak bernama, pun tak berwujud. Aku tak pernah bisa menggapainya. Walaupun ia hanya duduk di sampingku, tanganku yang dirantai ini tak mampu untuk menjangkaunya. Untuk menyentuhnya barang sesaat.

Ia sering datang, hampir setiap malam di mana aku selalu terjaga setelah beberapa saat tertidur. Bisikannya tak pernah kulewatkan. Ajakannya tak pernah aku bantah. Sebab ada kedamaian jika aku melakukan apa yang ia dongengkan.

Dalam hening malam, aku menanti bisikannya. Biasanya, ia menyuruhku meloloskan tanganku dari rantai ranjang ini. Atau menunjukkan sisi-sisi tajam di ranjang untuk aku menggores tanganku.

Aku suka setiap kali ia menyebut namaku. Seperti saat ia mengatakan, Setiap darah yang mengalir akan membuatmu terbebas dari kamar ini, Cattleya.

Kali ini aku berjanji, bisikannya menyela pikiranku yang tiba-tiba terdistraksi oleh kenangan usang. Kau akan terus bersamaku jika kau kembali tertidur. Selamanya, Cattleya. Tidakkah itu indah?

Itu indah, lirihku dengan kedamaian yang tiba-tiba muncul dalam benakku. Tepati janjimu, oke? Aku akan segera tertidur.

Aku janji, Cattleya.

Setelahnya, tanganku meraih ke dalam sarung bantal. Sedikit sulit karena tanganku yang dirantai di kepala ranjang. Setelah mendapatkan silet yang sengaja kusembunyikan, aku memulai cara terefektif untuk kembali tertidur.

Menggores pergelangan tanganku sedalam-dalamnya. Hingga darah mengalir lancar dari pergelangan tanganku.

Aku terkekeh pelan. Jangan tanya apakah ini menyakitkan atau tidak. Aku sudah lama mengkonversi rasa sakit menjadi rasa bahagia. Hanya manusia lemah yang merasakan sakit karena hal sesepele ini.

Aku, Cattleya yang kuat, tentu tidak merasa sakit. Sebab yang lebih menyakitkan dari hal ini adalah ketika kau dikurung di Rumah Sakit Jiwa padahal kau tak gila.

Seperti saat ini.

Aku tak gila, tapi kenapa lelaki yang katanya mencintaiku itu memasukkanku ke tempat ini? Apa salah ketika aku mencekik bayiku yang terlalu rewel?

Aku tak suka tangisan bayi, aku lebih suka bisikan lelaki yang ada di sisiku saat ini.

Lama-lama rasa kantuk itu mulai datang. Aku mulai memejamkan mata. Saat nanti aku terbangun, aku pasti akan melihat sosok yang selalu berbisik kepadaku setiap malam ini.

Pasti.

 

22:31

03 Januari 2016

(Hasil ditantang Alicia Lidwina dengan tema “Bisikan tak bertuan”)

Leave a comment